Jumat, 24 Mei 2013

TINJAUAN SINGKAT MENGENAI PRINSIP-PRISIP PANDUAN HAM DAN BISNIS DALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL-PBB


Beberapa infornasi penting yang saya muat dalam tulisan ini , merupakan rangkuman yang telah saya buat, bersumber dari  literatur  Penghormatan, pemenuhuan dan pemulihan HAM terbitan Elsam


Munculnya kekhawatiran masyarakat dunia terhadap maraknya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Perusahaan khsusnya di Negara-negara Underdevelop (sedang berkembang) menjadi alasan kuat lahirnya pemikiran mengenai pentingnya untuk segera ditetapkan suatu pedoman yang bersifat universal yang dapat dijadikan prinsip-prinsip panduan bagi pelaksanaan HAM bagi perusahaan-perusahaan baik perusahaan yang barsifat nasional maupun multinasional.
Awal sejarah perjuangan panjang yang akhirnya menelorkan garis-garis pedoman pelaksanaan HAM oleh perusahaan, bermuara saat Dewan HAM PBB memposisikan diri sebagai pioner yang melahirkan inisiatif untuk menyusun norma-norma tentang Korporasi Transnasional dan Perusahaan bisnis besar lainnya.
Proses penyusunan norma-norma tersebut terbilang rumit karena pada awalnya cukup banyak negara-negara yang menolak dengan berbagai pertimbangannya masing-masing, sehingga proses penyusunannya sempat terhenti namun dengan begitu kuatnya dukungan dari para pengiat HAM Internasional maka upaya penyusuan norma-norma bagi pelaksanaan kegiatan perusahaan dimunculkan kembali melalui pembentukan tim ahli yang dapat bekerja efektif. Maka pada tahun 2005  Komisi HAM PBB yang saat ini bernama Dewan HAM PBB memberikan mandat untuk adanya seorang Perwakilan khusus Sekretaris Jenderal. Seorang perwakilan khusus inilah yang akan fokus pada isu hak asasi manusia, dan perusahaan internasional dan perusahaan bisnis besar lainnya. 
Melalui proses kerja yang panjang akhirnya pada bulan Juni 2008 Perwakilan khusus berhasil melahirkan satu rekomendasi bahwa “ Dewan HAM PBB mendukung Kerangka Kerja  yang telah dihasilkan yang saat itu diistilahkan dengan sebutan kerangka kerja yang bersandar pada tiga pilar, ketiga pilar tersebut terdiri atas Pertama  adalah tugas negara untuk melindungi dari pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan bisnis, melalui peraturan dan peradilan yang sesuai, Kedua adalah tanggung jawab korporasi untuk menghormati hak asasi manusia yang berarti bahwa perusahaan bisnis harus bertindak dengan uji tuntas untuk menghindari dilakukannya pelanggaran atas hak pihak lain dan untuk mengatasi akibat yang merugikan di mana mereka terlibat. Ketiga adalah kebutuhan atas akses yang lebih luas oleh korban untuk mendapatkan pemilihan yang efektif baik yudisial maupun non yudisial. Pada hakihatnya  tujuan  penetapan ketiga pilar dalam kerangka kerja tim tersebut adalah untuk membentuk sistem pencegahan dan tindakan pemulihan yang saling terkait mengenai HAM dan bisnis.
Melalui dukungan penuh dari Dewan HAM PBB, ditambah desakan kuat dari masyarakat internasional dan para  aktivis HAM internasional, maka melalui resolusi 8/7 PBB menerima dan mengesahkan kerangka kerja yang telah disusun oleh perwakilan khusus. Namun perjungan tidak  berhenti sampai pada titik  ini. Karena bersamaan dengan keluarnya resolusi tersebut Dewan HAM masih memperpanjang mandat perwakilan khusus sampai Juni 2011. Selama masa sidang proses penerbitan resolusi para delegasi terus melakukan dialog-dialog interaktif guna menemukan model hukum yang dapat direkomendasi sebagai kerangka kerja yang telah dihasilkan. Maka pada masa-masa akhir sidang kelompok kerja menghasilkan kesepakatan bersama bahwa bentuk kerangka kerja tersebut akan diwujudkan kedalam bentuk Prinsip-Prinsi Panduan HAM dan Bisnis.
Beberapa Prinsip Panduan juga telah dilakukan percobaan/ coba di operasionalkan oleh pemerintah, perusahaan, organisasi masyarakatr sipil, serikat-serikat buruh, Komisi Nasional HAM dan Investor. Pada praktiknya peranan normatif Prinsip-Prinsip Panduan HAM dan Bisnis ini tidak hanya terletak pada penciptaan kewajiban hukum internasional saja tapi juga mencari berbagai bentuk standard praktik yang ada di masing –masing negara, dan operasional perusahaan bisnis ( Non State Actor) yang menjadi sasaran sebagai pemangku kewajiban HAM disamping Negara (State Actor).
Akhirnya Penerapan Panduan Prinsip-Prinsip HAM dan Bisnis harus terus dikembangkan dan diperkenalkan secara universal, dilakukan bersamaan melalui proses berbagai penyempurnaan yang efektif. Penerapan prinsip-prinsip normatif HAM dan Bisnis oleh suatu negara merupakan salah satu pencerminan bahwa negara tersebut merupakan  bagian dari anggota PBB. (rda)
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar