Beberapa infornasi penting yang saya
muat dalam tulisan ini , merupakan rangkuman yang telah saya buat, bersumber
dari literatur Penghormatan, pemenuhuan dan pemulihan HAM
terbitan Elsam
Munculnya kekhawatiran masyarakat dunia terhadap maraknya
pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Perusahaan khsusnya di
Negara-negara Underdevelop (sedang berkembang) menjadi alasan kuat lahirnya
pemikiran mengenai pentingnya untuk segera ditetapkan suatu pedoman yang
bersifat universal yang dapat dijadikan prinsip-prinsip panduan bagi
pelaksanaan HAM bagi perusahaan-perusahaan baik perusahaan yang barsifat
nasional maupun multinasional.
Awal sejarah perjuangan panjang yang akhirnya menelorkan garis-garis
pedoman pelaksanaan HAM oleh perusahaan, bermuara saat Dewan HAM PBB
memposisikan diri sebagai pioner yang melahirkan inisiatif untuk menyusun
norma-norma tentang Korporasi Transnasional dan Perusahaan bisnis besar
lainnya.
Proses penyusunan norma-norma tersebut terbilang rumit karena pada awalnya
cukup banyak negara-negara yang menolak dengan berbagai pertimbangannya
masing-masing, sehingga proses penyusunannya sempat terhenti namun dengan
begitu kuatnya dukungan dari para pengiat HAM Internasional maka upaya
penyusuan norma-norma bagi pelaksanaan kegiatan perusahaan dimunculkan kembali
melalui pembentukan tim ahli yang dapat bekerja efektif. Maka pada tahun
2005 Komisi HAM PBB yang saat ini
bernama Dewan HAM PBB memberikan mandat untuk adanya seorang Perwakilan khusus
Sekretaris Jenderal. Seorang perwakilan khusus inilah yang akan fokus pada isu
hak asasi manusia, dan perusahaan internasional dan perusahaan bisnis besar
lainnya.
Melalui proses
kerja yang panjang akhirnya pada bulan Juni 2008 Perwakilan khusus
berhasil melahirkan satu rekomendasi bahwa “ Dewan HAM PBB mendukung Kerangka
Kerja yang telah dihasilkan yang saat
itu diistilahkan dengan sebutan kerangka kerja yang bersandar pada tiga pilar,
ketiga pilar tersebut terdiri atas Pertama
adalah tugas negara untuk melindungi dari pelanggaran hak asasi manusia
oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan bisnis, melalui peraturan dan peradilan
yang sesuai, Kedua adalah tanggung jawab korporasi untuk menghormati hak asasi
manusia yang berarti bahwa perusahaan bisnis harus bertindak dengan uji tuntas
untuk menghindari dilakukannya pelanggaran atas hak pihak lain dan untuk
mengatasi akibat yang merugikan di mana mereka terlibat. Ketiga adalah
kebutuhan atas akses yang lebih luas oleh korban untuk mendapatkan pemilihan
yang efektif baik yudisial maupun non yudisial. Pada hakihatnya tujuan
penetapan ketiga pilar dalam kerangka kerja tim tersebut adalah untuk
membentuk sistem pencegahan dan tindakan pemulihan yang saling terkait mengenai
HAM dan bisnis.
Melalui dukungan
penuh dari Dewan HAM PBB, ditambah desakan kuat dari masyarakat internasional
dan para aktivis HAM internasional, maka
melalui resolusi 8/7 PBB menerima dan mengesahkan kerangka kerja yang telah
disusun oleh perwakilan khusus. Namun perjungan tidak berhenti sampai pada titik ini. Karena bersamaan dengan keluarnya
resolusi tersebut Dewan HAM masih memperpanjang mandat perwakilan khusus sampai
Juni 2011. Selama masa sidang proses penerbitan resolusi para delegasi terus
melakukan dialog-dialog interaktif guna menemukan model hukum yang dapat
direkomendasi sebagai kerangka kerja yang telah dihasilkan. Maka pada masa-masa
akhir sidang kelompok kerja menghasilkan kesepakatan bersama bahwa bentuk
kerangka kerja tersebut akan diwujudkan kedalam bentuk Prinsip-Prinsi Panduan
HAM dan Bisnis.
Beberapa Prinsip
Panduan juga telah dilakukan percobaan/ coba di operasionalkan oleh pemerintah,
perusahaan, organisasi masyarakatr sipil, serikat-serikat buruh, Komisi
Nasional HAM dan Investor. Pada praktiknya peranan normatif Prinsip-Prinsip
Panduan HAM dan Bisnis ini tidak hanya terletak pada penciptaan kewajiban hukum
internasional saja tapi juga mencari berbagai bentuk standard praktik yang ada di
masing –masing negara, dan operasional perusahaan bisnis ( Non State Actor) yang menjadi sasaran sebagai pemangku kewajiban
HAM disamping Negara (State Actor).
Akhirnya
Penerapan Panduan Prinsip-Prinsip HAM dan Bisnis harus terus dikembangkan dan
diperkenalkan secara universal, dilakukan bersamaan melalui proses berbagai penyempurnaan
yang efektif. Penerapan prinsip-prinsip normatif HAM dan Bisnis oleh suatu
negara merupakan salah satu pencerminan bahwa negara tersebut merupakan bagian dari anggota PBB. (rda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar