Rabu, 15 Mei 2013

MENERIMA WACANA PENERAPAN HUKUMAN” PEMISKINAN” ....MENOLAK PENERAPAN "HUKUMAN MATI" BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI


Wacana penerapan hukuman pemiskinan bagi pelaku tindak pidana korupsi,diharapkan akan lebih dapat memberikan efek jera dan pengenaan hukum yang efektif bagi para pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. wacana penerapanan hukuman atau pemidanaan pemiskinan merupakan terobosan hukum yang layak untuk diterapkan dalam sistim pemidanaan di Indonesia.
Penerapan sanksi hukuman semacam ini, juga dinilai lebih manusiawi  bila kita lihat dalam perspektif HAM, bila kita dibandingkan dengan wacana penerapan hukuman mati yang juga di dengung-dengungkan oleh para pejuang anti korupsi. Dikatakan lebih manusiawi karena penerapan hukuman pemiskinan bagi pelaku tindak pidana korupsi diharapkan akan dapat meminimalisir munculnya suara-suara kontra dari para penggiat HAM dan perdebatan mengenai sah atau tidaknya penerapan hukuman mati berpedoman pada tataran hukum HAM Internasional.
Dalam Hukum Pidana Indonesia kita juga telah mengetahui bahwa tujuan  penjatuhan hukuman merupakan wujud konsep efek jera dari sebuah pemidanaan  bagi para pelanggaran KUHP,artinya bagaimana suatu penghukuman bisa membuat ke depannya si terpidana lebih baik dari kondisi sebelumnya, disamping tujuan untuk memberikan pelajaran bagi pelaku tindak pidana. Maka pertimbangan agar si terpidana dapat dijamin untuk tetap hidup harusnya dipertahankan agar kelak  setelah ia menjalankan hukuman dapat kembali ke masyarakat dengan prilaku yang lebih baik.Di sisilain melalui pemidanaan pemiskinan koruptor maka harta-harta yang telah ia kumpulkan dari hasil tindak pidana korupsi ditambah denda-denda yang melekat akibat perbuatannya dapat dikembalikan kepada negara, dan uangnya dapat digunakan untuk membantu pembangunan ekonomi negara.
Sedangkna bila negara menjatuhkan hukuman mati sebagai remedynya, maka penghukuman tersebut dilakukan bukan untuk tujuan memberikan efek jera, tapi lebih pada tindakan balas dendam yang dilegalkan oleh negara, yakni melalui cara penghakiran hidup seorang sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Dan perbuatan tersebut  jelas sangat bertentangan dengan hak-hak dasar manusia, sebagaimana yang telah digariskan dalam  Protokol Optional Social  and political rights, tepatnya pada art 6 yang inti pengaturannya bahwa tidak seorangpun dapat diakhir hidupnya dalam keadaan/alasan apapung kecuali terhadap syarat-syarat pengecualian yang telah diatur dalam ketentuan internasional tentang hak politik dan sosial. Ketentuan konvensi ini juga lebih cocern agar negara-negara anggota dapat segera menghapuskan ketentuan hukum yang melegalkan penerapan hukuman mati di negaranya masing-masing.
 Dari uraian singkat  perbandingan akibat-akibat penjatuhan hukuman yang berbeda tersebut, maka dibutuhkan langkah tegas dan berani dari para pemegang kebijakan di negeri ini untuk segera mengatur dan menerapkan pengenaan hukuman berupa pemiskinan bagi para pelaku tindak pidana korupsi, dengan tujuan untuk memberikan afek jera melalui mekanisme pemidanaan yang berlaku di Indonesia, salah satunya dengan cara memasukkan kedalam sistim pemidaan dalam UU Tindak Pidana korupsi. Disamping terus mendorong pemerintah untuk segera menghapus berbagai pengaturan nasional, yang melegalkan pengenaan hukuman mati dalam berbagai ketentuan perundang-undangan nasional, seperti dalam UU Narkotika. Kerena penerapan hukuman mati ini masih terus menjadi perdebatan panjang di tengah masyarakat karena  pertentanganya terhadap prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, dan dasar konsitusi kita (rda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar