Senin, 13 Mei 2013

EFEKTIFKAH ??....PENERAPAN SANKSI HUKUMAN MATI TERHADAP KORUPTOR


Maraknya genderang Perang terhadap para pelaku korupsi di negeri ini tampaknya sudah cukup kuat.Tanda perlawanan tersebut banyak bentuknya dimulai dari aksi simpatik masyarakat yang mendukung penguatan lembaga KPK, saweran membantu pembangunan gendung KPK, dan terakhir munculnya wacana untuk mengenakan sanksi bagi para koruptor  melalui penjatuhan sanksi hukuman mati. pilihan pengenanaan sanksi pengenaan hukuman mati ini merupakan salah satu wacana yang pernah diajukan oleh para penggiat masyarakat anti korupsi yang mengusulkan penjatuhan hukuman minimal yang dinilai lebih efektif untuk menurunkan praktik-praktik korupsi di tanah air, mereka menilai melalui penerapan hukuman mati bagi para koruptor saat ini dinilai relevan, karena praktik korupsi di tanah air sudah sangat akut dan sudah sangat merusak sendi-sendi  pembangunan nasional tidak hanya di segi sosial, politik dan budaya tapi memperlembat penguatan ekonomi menuju negara sejahtera.
Melihat pada besarnya dampak negatif yang ditimbulkan dari praktik korupsi di berbagai institusi dan lembaga di  negeri ini. mengakibatkan para penggiat anti korupsi merasa geram terhadap segala bentuk praktik korupsi di negeri ini, dan parahnya lagi para pelaku korupsi selama ini tidak pernah dikenakan hukuman yang seberat mungkin dan cenderung para kriminal pencuri uang negara tersebut hanya dikenakan hukuman ringan dan adapula yang dibebaskan. 
Wajah buram peneggakan hukum bagi para pencuri uang negara tersebut juga tidak terlepas lemahnya komimen aparatur penegak hukum termasuk para pemegang kebijakan di negara ini untuk bersama-sama serisu melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan ironisnya hampis sebagian besar aparatur peneggak hukum yang diharapkan sebagai sapu pembersih lantai yang kotor malah ikut terlibat sebagai aktor pelaku pencuri uang negara baik secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi inilah yang kemudian menjadi salah satu pemicu mengapa masyarakat mulai pesimis terhadapa keseriusana para penegak hukum dalam melakukan tugasnya memberantas perktik-praktik kourpsi.
Wujud pesimistis terhadap penegakkan hukum terhadap para koruptor yang cenderung tidak menampakkan ketegasan dalam pemberian afek jera memunculkan wacana yang terus menguat dari masyarakat pengiat anti korupsi agar negara berani untuk menerapkan hukuman mati bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Sebagai pembanding ,awalnya pengenaan hukum mati terhadap para pelaku tindak pidana korupsi  telah dipraktikkan di negara-negara komunis seperti RRC, walau kebijakan berani negara komunis tersebut dalam mengenakan sanksi hukum mati terhadap para pelaku telah membuahkan hasil yang cukup positif ditandai dengan menurunnya jumlah angka  tindak pidana korupsi di negaranya, namun hal tersebut tidak pula serta merta  tidak menuai perotes baik dari internal negara tersebut dan juga dari penggiat HAM internasional. Masyarakat penggiat HAM menilai bahwa penerapan hukuman mati terhadap para koruptor bukanlah termasuk kondisi pengecualian untuk dapatnya hukuman mati diterapkan sebagai suatu bentuk penghukuman  namun hal ini lebih beefek pada munculnya tindak pembunhan dan penghilangan hak hidup seseorang atas tindakan yang telah dilakukannya, namun disisilan lain cukup dilematis bila koruptor tidak di kenakan hukuman mati maka apakah seseorang yang telah nyata melakukan tindak pidana koruspi cukup diancam dengan sanksi penghilangan hak-hak kemerdekaan saja. Sementara cukup besar dampak negatif yang ditimbulkan akibat pencurian uang negara yang telah mereka lakukan. Alasan-alasan tersebutlah yang cukup kuat bergulir dalam setiap perdebatan diantara dua kelompok masyarakat yaitu kelompok penggiat HAM dan Kelompok anti korupsi.
Masyarakat penggiat anti korupsi menilai bahwa pengenaan hukuman mati terhadap para koruptor merupakan penerapan hukum yang dinilai adil dan cukup relevan bila dihadapkan pada akibat yang ditimbulkannya. Kerugian yang cukup luas karrna adanya praktik pencurian uang negara yang dilakukan oleh para koruptor. Pemikiran tersebut senada dengan apa yang telah disampaikan oleh  mantan pimpinan KPK Busro Muqodasa didalam sebuah presentasi ia menguraikan  bahwa “Pada hakikatnya praktik korupsi secara tidak langsung juga merupakan pelanggaran HAM selain tindak pidana sebagi pelanggaran pokoknya karena adanya hak-hak masyarakat yang tecedrai akibat dari prilaku para koruptor seperti hilangnya hak-hak masyarakat untuk mencapai kesejahteraan" atau apa yang lebih dikenal dengan HAK atas kesejahteraan dalam UU HAM(pen).Tertutupnya jaminan dari negara terhadap masyarakat untuk mencapai pemenuhan hak atas kesejahteraan dalam kehidupannya  akibat berkurangnya porsi anggaran untuk pembangunan akibat pencurian yang telah dilakukan olah aparatur negara. Sehingga pembangunan yang langsung menyentuh peningkatan kualitas hidup masyarakat tidak dapat terpenuhi secara maksimal, sehingga banyak hak-hak masyarakat yang dilanggara akibat praktik korupsi yang telah dilakukan dan akibat praktik tersebut perlu adanya penanganan hukum yang luar biasa juga”, karena itu pulalah mengapa banyak pula pendapat bahwa tindak pidana kuorupsi juga dapat dikategorikan kedalam bentuk kejahatan luar biasa (Extra ordinary Crimes) karena adanya sifat meluas dan/atau sistimitis dari akibat hukum yang ditimbulkannya.
Pendapat yang mengusulkan penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi tersebut, akan  berbedahalnya bila kita hadapkan dengan pendapat menganai penerapan hukuman mati berdasarkan prespektif prinsip-prinsi perlindungan dan/atau penghormatan HAM sebagaimana yang tertuang dalam DUHAM 1948.  pada hakikatnya Prinsip-Prinsip HAM telah tegas menentang keras terhadap segala bentuk praktik penghukuman mati yang sampai saat ini masih diberlakukan dalam beberapa beberapa praktik hukum negara-negara anggota terutama negara-negara yang masih menganut asas penghukuman mati dalam sistim penghukuman nasional di negaranya.dan menuntutu negara-negara yang masih mengakui penerapan hukuman mati dalam hukum nasional negaranya agara dapat segara dikurangi dan pada akhirnya dihapuskan karena akibat dari penerapan hukuman mati tersebut akan menimbulkan pelanggaran baru lagi yakni hak hidup.yang dalam penafsirannya bahwa dalam keadaan apapun kehidupan seseorang tidaklah dapat diakhiri kecuali terahadap bentuk-bentuk pelanggarann ham yang berat sebagaiman yang telah diatur dalam Hak Sipol dan Konvensi Roma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar