Tema ini sengaja saya
angkat menjadi salah satu tulisan dalam blog ini. Hal ini lebih dimotivasi
karna pekerjaan saya saat ini, yang selalu berhadapan dengan masyarakat. Sebagai analis dan penerima pengaduan, saya
langsung berhadapan dan membaca berkas-berkas pengaduan masyarakat pencari perlindungan dan keadilan atas hak-haknya yang diduga telah dilanggar. pada beberapa kasus Saya tak jarang saya temukan beberapa kebingungan dari masyarakat mengenai pemahaman/perbedaan terhadap Pelanggaran HAM menurut UU No. 39/1999 tentang HAM dan
pelanggaran berat HAM menurut UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, kebingungan tersebut
tidak hanya datang dari para pengadu masyarakat (awam) saja, tapi juga
dari pengadu-pengadu yang berlatar belakang pengacara/sarjana hukum.
Merujuk pada kenyataan
tersebut, cukup menjadi sampel bagi saya, bahwa memang pada praktiknya. Pemahaman
masyarakat sangat minim untuk membedakan pelanggaran ham disatu sisi dan pelanggaran berat ham disisi yang
lain, maka dari itu adalah wajar banyak pengadu yang mengklaim bahwa telah
terjadi pelanggaran berat ham atas kasus yang saat itu menimpa mereka.
Kebingungan-kebingunan masyarakat/pengadu tersebut mengelitik nurani
saya untuk mencoba memberikan pencerahan dalam bentuk tulisan singkat mengenai
apa itu pelanggaran ham dan pelanggaran berat Ham.
Menguraikan perbedaan
mendasar pengertian mengenai pelanggaran ham dan pelanggaran ham berat.
Maka kita perlu merunut pada dua ketentuan perundang-udangan yang ada, yakni UU
No 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Pertama bila kita merunut pada penafsiran UU
No 39 tahun 1999 tentang HAM. Maka Udang-Undang ini telah mengatur mengenai
pelanggaran ham dan bukan pelanggaran ham biasa. Kedua bila kita merunut pada
UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. UU terakhir ini meletakkan
ketentuan, bahwa segala bentuk pelanggaran ham berat, mengacu pada
prorses hukum yang telah diatur dalam UU No 26 Tahun 2000 yang berujung pada
pembentukan pengadilan HAM. Jadi jelas bahwa secara dasar hukum yang mengaturnya.
Terdapat perbedaan antara pelanggaran ham dengan pelanggaran ham
berat, kedua bentuk pelanggaran tersebut tidak diatur dalam satu Undang-Undang yang sama, hal ini telah
mengurai ambiguitas yang akan muncul pada praktik perlindungan dan penghormatan
HAM.dan juga sebagi catatan penting lainnya sampai saat ini saya masih kurang sepakat dengan adanya istilah mengenai adanya peristilahan mengenai Pelanggaran HAM sebagaiman diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM karena belum ada literatur yang menguatkannya, jadi yang ada hanyalah Pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM berat.
Kembali lagi pada fokus semula.Bila kita
mengacu pada sumber arti atau defenisi dasar dari UU yang mengaturnya.
Pelanggaran ham adalah Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik sengaja maupun tidak, atau kelalaian yang secara melawan
hukum menguramgii, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
sekelompok orang yang dijamin oleh UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, dan atau
dapat dikhawatirkan tidak akan mendapatkan penyelesaian hukum yang adil
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku(muhun lihat dlm pasal 1 angka 6 UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM). Namun
dalam perkembangannya. Sebagian anasir pengertian tentang pelanggaran HAM yang
diatur dalam UU No 39 tahun 1999 tersebut menimbulkan perdebatan baru dalam
praktiknya. Tepatnya pada unsur definisi/pengertian mengenai “pelanggaran
yang dilakukan oleh orang perseorangan dan/atau kelompok orang….” Karena
berdasarkan dasar filosofis dan dalam beberapa konvensi internasional klasik tentang
HAM, telah menegaskan bahwa Tanggung Jawab HAM pada pokoknya ada pada negara,
dan pengakuan terhadap HAM tersebut muncul sebagai reaksi terhadap besarnya
peluang negara mengunakan kekuasaan dan kekuatannya melakukan penindasan
terhadap warga negaranya/civil society. Dari itu akan muncul ketidakseimbangan kekuatan antara negara dengan masyarakat.
Selanjutnya,bila kita mengingat kembali mengenai teori perjanjian masyarakat,dinyatakan negara diberikan
mandat oleh rakyatnya untuk melakukan perlindungan dan mengurusi rakyatnya yang berada dibawah kekuasaannya, dan dari pengertian terakhir inilah muncullah konsep
tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Termasuk tanggung jawab negara untuk
melindungi dan menghormati HAM rakyatnya. HAM sendiri bertujuan akan
melindungi hak-hak masyarakat sipil dari segala bentuk penindasan-penindasan
dari penguasa/negara yang notabene mempunyai kakuatan. dan kemudian akan
memberikan titik keseimbangan antara negara dan rakyatnya agar tidak timbul
kesewenang-wenangan/Power abuse.
Sementara instrument penyelesaian yang digunakan bagi upaya penegakkan HAM terhadap berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi
di dalam masyarakat. Maka akan diselesaikan melalui proses penyelidikan,
pemantauan, dan/atau mediasi dan rekomendasi. Jadi tidak akan berujung pada
pembentukan pengadilan HAM.
Selanjutnya pelanggaran HAM dikategorikan ke
dalam bentuk pelanggaran berat HAM (Gross
Violations of human rights), bila pelanggaran tersebut telah memenuhi
unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM. Yang dalam definisinya dinyatakan bahwa Pelanggaran HAM “ Berat” merupakan pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh negara yang perbuatan dan akibatnya telah memenuhi unsur meluas
dan/atau sistimatis. Sementara bentuk-bentuk pelanggarannya adalah
kejahatan-kejahatan yang mengacu pada konsep kajahatan yang ditunjuk/ditentukan
oleh hukum internasional. Oleh karena itu
bentuk-bentuk pelanggaran berat HAM adalah kejahatan-kejahatan sebagaimana
yang telah ditentukan dalam konvensi internasional/Rome Convention 1998.sementara mengenai bentuk pertanggung jawaban pelanggaran berat HAM adalah bersifat individu jadi yang dituntut adalah orang perorang walaupun pada saat melakukan tindak kejahatan pelanggaran berat HAM tersebut yang bersangkutan berada pada saat melakukan tugas-tugas komando/dalam jabatannya. lain hal ini bentuk pertanggung jawaban HAM dalam UU No.39/1999 tentang HAM dalam ketentuan ini pelanggar HAM yang dituntut adalah negara/state actor.
Jenis-jenis pelanggaran berat HAM mengacu pada konvensi internasional. diantaranya; berdasarkan konvensi Roma, ada 4
bentuk kejahatan yang diatur yaitu: kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan dan perang agresi. Namun dari keempat bentuk kejahatan
internasional tersebut hanya dua bentuk
kejahatan yang diadopsi dalam UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yaitu: kejahatan genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara
ke dua bentuk kejahatan internasional lainnya, masih dalam perjuangan panjang untuk dapat diratifikasi untuk dimasukkan kedalam UU nasional, yakni : kejahatan perang dan perang
agresi.
Proses hukum, dan Hukum acara bagi
pelanggaran berat HAM masih tetap mengunakan KUHAP. Diawali dengan pembentukan TIM Adhoc Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan, penyidikan oleh Kejaksaan Agung, dan pembentukan Pengadilan HAM. Oleh
karena itu dapat kita simpulkan bahwa Undang-Undang No 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM pada hakikatnya merupakan reliabel penerapan sebagian
ketentuan Hukum Internasional, kedalam sistem hukum nasional khususnya bagi
penegakkan dan Perlindungan hukum dari berbagai kejahatan-kejahatan internasional di bidang HAM yang
terjadi di tanah air. Maka sepanjang pengadilan HAM nasional dapat melakukan
proses hukum terhadap pelaku kejahatan HAM internasional di tanah air, maka selama itu pula. Sistem
peradilan internasional tidak dapat melakukan intervensi bagi penegakkan hukumnya. Dari uraian
tersebut jelaslah bahwa pelanggaran HAM berat merupakan penerapan dan pengakuan hukum internasional ke dalam tataran sistim hukum nasional. Dan bentuk pelanggarannyapun
juga harus memenuhi ada atau tidaknya unsur meluas dan/atau sistimatis,
kemudian pelanggaran tersebut dikategorikan kedalam bentuk-bentuk kejahatan
yang telah disepakati secara internasional (international
Crimes).
Pada titik ini telah jelas garis
demakrasi/pembeda, antara pelanggaran ham dan pelanggaran berat HAM Berat.
Pelanggaran berat HAM
berkorelasi pada ada/tidaknya unsur sisitimatis dan/atau meluas. Jadi harus mengunakan dua
parameter tersebut untuk melakukan identifikasi kasusnya. Demikian juga mengenai bentuk-bentuk pelanggarannya, yang
merupkan kejahatan-kejahatan yang ditunjuk menurut hukum internasional,
Pelanggaran HAM berat tidaklah identik dengan berbagai bentuk pelanggaran
terhadap 10 jenis hak yang diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Karena
bentuk-bentuk pelanggaran tersebut berada di bawah kategori Pelanggaran HAM,
dan diselesaikan melalui penegakkan HAM yang diatur dalam UU No 39 Tahun 1999
tentang HAM, yakni melalui mekanisme pemantauan dan penyeledikan yang berujung pada produk rekomenndasi guna menjamin kondisi perlindungan dan penegakkan HAM (rda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar