Jumat, 29 Mei 2020

Pandemi Covid- 19 As A Tool Social Engineering




                 

Presiden Jokowi belum lama ini mengumumkan pentingnya masyarakat untuk segera berdamai dengan wabah Covid-19/corona. Berdamai atau hidup bersama dengan virus corona menjadi fokus perhatian pemerintah ke depan, hal ini mempertimbangkan bahwa virus ini berpotensi tidak akan bisa dihilangkan dan akan terus ada di muka bumi sampai menunggu waktu adanya vaksin yang belum bisa dipastikan kapan bisa diumumkan secara resmi.
Kebijakan baru yang akan diterapkan akibat kondisi tersebut, salah satunya melalui strategi tata kehidupan normal baru atau yang dikenal dengan istilah New Normal Life. Jika dilihat secara umum, penerapan kebijakan new normal life ini bisa dimaknai dengan pelonggaran PSBB yang awalnya diterapkan secara ketat di mana sebelumnya pada beberapa kebijakannya, pemerintah melakukan penutupan tempat-tempat fasiltas umum, sekolah-sekolah, rumah-rumah ibadah termasuk perkantoran-perkantoran yang non signifikan. Kemudian melalui penerapan tata kehidupan normal yang baru ini, pusat-pusat keramaian, institusi-institusi resmi dan rumah-rumah ibadah akan dibuka kembali walau sifatnya bertahap dan melalui skema evaluasi ketat. 
Sementara, mengenai batasan New Normal Life ini bisa jadi belum semua orang faham oleh karena itu, menjadi kewajiban pemerintah melakukan sosialisasi secara masif. Tatanan hidup normal yang baru bukan berarti kita bisa kembali hidup normal seperti sebelum adanya wabah ini, istilah ini baru muncul sebagai dampak pandemi Covid-19 yang sampan saat ini belum berakhir.  Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita, New Normal merupakan perubahan tata prilaku manusia untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Pada prinsipnya, menurut Wiki,[1]New Normlal life merupakan kemampuan dan kesadaran kita untuk dapat beradaptasi dengan pola hidup baru jadi bukan berarti kehidupan kembali normal sama seperti sebelum adanya Pandemi Covid-19. Penerapan  New Normal  Life merupakan strategi utama yang disarankan WHO[2] yang dalam penerapannya tetap berpedoman pada beberapa standar yang ada yakni testtracingtreat dan isolate. Dalam penerapannya, masing-masing negara juga harus memenuhi beberapa kriteria-kriteria diantaranya, bahwa negara sudah menunjukkan kemampuannya dalam pengendalian penyebaran wabah ini serta ketersediaan layanan kesehatan yang baik dalam pengendaliannya[3]. Lebih lanjut, seorang Epidemiolog Dicky Budiman[4]juga memaparkan bahwa  New Normal Life ini    sebagai strategi yang akan diterapan di berbagai negara selama belum ditemukannya vaksin dan obat untuk virus corona. Pembatasan jumlah kerumunan, batasan jarak, pengukuran suhu tubuh , kebiasaan mencuci tangan, merubah pola hidup dan makanan yang lebih sehat menjadi pilihan dan diharapkan dapat merubah pola prilaku masyarakat agar terhindar dari penularan dan penyebaran virus tersebut. 

Tatanan Kehidupan Normal Baru dalam Kerangka Teori Social Engineering

Berbicara mengenai perubahan pola prilaku dan tata kehidupan masyarakat akibat pandemi Covid-19 ini, secara tidak langsung dapat menarik analogi berpikir kita terhadap salah satu teori hukum yakni Law as tool social engineering. Istilah tersebut sudah dikenal dikalangan para sarjana hukum.  Teori ini digagas oleh Rosce Pound (1870-1964), di dalam teorinya ia menyatakan, bahwa hukum bisa menjadi alat pembaruan dan perubahan pola perilaku masyarakat sehingga diharapkan dapat berperan merubah tata nilai di dalam masyarakat, sebagai contoh terbitnya sebuah aturan hukum/Undang-Undang guna mengatur suatu prilaku atau kondisi dan diharapkan masyarakat dapat mematuhi dan beradaptasi dengan keadaan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dalam kaitan ini pound menilai bahwa fungsi hukum merupakan salah satu sarana (tools) dalam rangka melakukan rekayasa sosial (social Engineering). Menurutnya lagi, bahwa control sosial sangatlah penting melalui pengendalian dari Negara secara sistematis dan terukur. 
Perkembangan saat ini, khususnya kondisi saat  pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai dan menimbulkan berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat, maka Negara sebagai pemegang kekuasaan melalui kewenangannya dapat menekankan kebijakan guna mendorong perubahan penyikapan terhadap wabah ini yang awalnya cenderung fighting menjadi cooperative. Sikap tersebut akan tetap bertahan sampai adanya pengendalian yang efektif dan permanen melalui penemuan vaksin yang waktunya tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu, untuk mengakhiri dampak ikutan yang lebbig luas akibat wabah ini, pemerintah melalui rekomendasi WHO akan menerapkan kebijakan New Normal Life. Penerapan tatanan kehidupan baru ini secara langsung akan merubah pola kehidupan masyarakat secara bertahap guna menahan dan/atau mengurangi penyebaran wabah tersebut dan masyarakat masih bisa beraktivitas seperti biasa namun demikian semua protokol kesehatan masih tetap diberlakukan dalam penerapan New Normal Life ini diantaranya : untuk tetap membiasakan diri menggunakan masker, jaga jarak, menghindari kerumunan, mencuci tangan dan tata kesehatan lainnya. Melalui kebijakan hidup baru nantinya masyarakat didorong untuk dapat merubah pola prilakunya dalam berkehidupan sehari-hari sampai waktu yang velum data ditentukan. Dengan demikian, kondisi pandemi Covid-19 ini telah merubah tatanan pola prilaku kehidupan masyarakat ( Social Engineering)-rda (May 2020)


[1]Kompas.com, 16 Mei 2020
[2]Syarat-syarat penerapan New Normal Lifedari WHO 1. terbukti bahwa transmisi covid-19 telah dikendalikan, 2. kesehatan masyarakat yang mumpuni dalam mengendalikan penyebaran covid-19, 3. pengaturan ketat di tempat-tempat yang rentan atas penyebaran, 4. Pencegahan ditempat kerja mengikuti protokol kesehatan yang relevan, dsb.
[3]Kompas.com, 9 Mei 2020
[4]ibid, Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar