Rabu, 20 Desember 2017

PERLINDUNGAN HAK-HAK BURUH MIGRAN/PEKERJA MIGRAN INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA



Permasalahan tentang pekerja migran Indonesia di luar negeri sampai saat ini masih terus menjadi isu menarik untuk diperbincangkan, karena dari tahun ke tahun jumlah TKI yang mengalami tindakan-tindakan kekerasan, pelanggaran hak pengupahan, dan permasalahan hukum lainnya terus bertambah.
Walau telah ada peraturan-peraturan nasional dibentuk, dan peraturan internasional yang telah diratifikasi, namun instrumen-instrumen hukum tersebut belum mampu mengurangi berbagai bentuk pelanggaran terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri.
Hal utama yang memicu timbulnya permasalahan para pekerja migran indonesia di luar negeri adalah mekanisme rekrutmen calon TKI dan penempatan mereka di luar negeri yang tidak berbasis pada keahlian dan kompetensi dan penguasaan standar bahasa asing.
Tidak jelasnya sistim rekriutmen para calon TKI dapat berdampak buruk bagi perlindungan calon TKI yang bekerja di Luar Negeri.
Rekrutmen atau perekrutan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), untuk mencari orang-orang yang akan dijadikan TKI/TKW atau buruh migran.
Pada kasus tertentu masih banyak PJTKI yang melakukan rekruitmen para calon TKI yang tidak memperhatikan skill para calon TKI yang mana skill/atau keahlian tersebut dibutuhkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan di negara penerima. Hal lain juga disebabkan oleh motivasi sebagian besar PJTKI yang lebih berorientasi pada keuntungan dan mengabaikan jaminan keselamatan para calon TKI yang akan dipekerjakan di luar negeri. Bercermin pada kenyataan tersebut maka penting menjadi perhatian bagi para PJTKI untuk menyeleksi dengan seksama para calon TKI yang akan dikirim untuk bekerja di luar negeri, salah satunya yang dapat dilakukan dengan mengadakan program pelatihan bagi para calon TKI sebelum mereka di kirim ke luar negeri. Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada calon TKI hurus disesuikan dengan kebutuhan skil dari perusahaan/pihak yang akan memberikan pekerjaan di negara penerima.
Permasalahan lainnya adalah Penempatan TKI di luar negeri.
Penempatan merupakan proses penyerahan buruh migran dari PJTKI atau agen kepada pihak majikan(pengguna jasa tenaga kerja) setelah buruh migran tiba di negara tujuan kerja.
Tanggung jawab penempatan TKI di luar negeri ada pada PJTKI, penempatan calon TKI yang tidak selektif sering menimbulkan buruknya perlindungan bagi calon TKI yang bekerja di luar negeri. Tidak selektifnya PJTKI tersebut juga dikarnakan pihak PJTKI tidak benar-benar menyeleksi pihak-pihak penyedia pekerjaan di luarnegeri tidak memastikan status badan hukum pemberi pekerjaan, itikad baik pihak pemberi pekerjaan, status/jenis kegiatan usaha yang dilakukan dan faktor lainnya. Maka akibat ketidak selektifan PJTKI dalam pengiriman TKI tersebut menjadi salah satu akar masalah banyaknya TKI yang mengalami tindakan pelecehan, penganiayaan, pemerasan, upah tidak di bayar, penipuan dan tindakan merugikan lainnya.
Selain tanggung jawab PJTKI, idealnya/sedapat mungkin para calon TKI juga dapat aktif untuk memperoleh informasi yang benar dari pihak-pihak berwenang mengenai pasar kerja yang ditawarkan. Keaktifan calon TKI juga dapat meminimalisir timbulnya resiko yang merugikan bagi calon TKI yang akan dikirim ke luar negeri.
Instrumen Hukum Internasional bagi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran di Luar Negeri
Terdapat perbedaan istilah yang dikenal dalam konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya mengenai Buruh Migran. Dalam Konvensi Internasional tersebut memberikan istilah “Pekerja Migran”. Pekerja Migran adalah “seseorang yang akan, tengah, atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu negara dimana ia bukan menjadi warga negara”
Buruh migran/pekerja migran adalah berbeda dengan mereka yang melakukan aktivias di Luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan International Conv On Protection of The Rights af All Migrant Worker an Members Of Their Families (ICRMW) Pasal 3 :
a) Orang-orang yang dipekerjakan oleh organisasi dan badan-badan Internasional, atau  orang-orang yang dikirim atau dipekerjakan oleh suatu negara diluar wilayahnya unutk menjalankan fungsi resmi,yang kedatangan dan statusnya diatur oleh hukum internasional.....dst lihat (Bab 8 Konv Int ttg Perlindungan Pekerja Migran....)
b)  Orang-orang yang dikirim atau dipekerjakan oleh suatu negara atas nama negara tersebut di luar wilayahnya, yang berpartisipasi dalam program-program pengembangan dan program-program kerja sama lainnya, yang kedatangan dan statusnya diatur oleh perjanjian dengan negara tempatnya bekerja, dan yang sesuai dengan perjanjian tersebut, tidak dianggap sebagai pekerjaan migran;
c) Orang-orang yang bertempat tinggak di negara yang berbeda dengan Negara asalnya   sebagai penanam modal;
d) Pengungsi atau orang tanpa kewarganegaraan, kecuali ketentuan tentang hal ini  dicantumkan dalam ketentuan perudangan-undangan nasional dari negara yang bersangkutan, atau dalam instrumen internasional yang berlaku bagi Negara pihak tersebut;
e)  Pelajar dan orang yang ikut pelatihan;
f)   Pelaut dan pekerja pada instansi lepas pantai yang belum diterima untuk bertempat tinggal dan melakukan pekerjaan yang dibayar di Negara tempatnya bekerja
Buruh migran adalah seseorang yang bukan berstatus warga negara di tempat negara pemberi pekerjaan (art 2 (1) ICRMW). Oleh karena itu perlindungan hukum menjadi hal penting bagi seseorang yang bekerja dalam status sebagai buruh migran.
Perlindungan bagi para pekerja migran diberikan pada saat sebelum TKI diberangkatkan, pada saat bekerja di luar negeri dan kepulangan TKI, namun permasalahan yang banyak terjadi bila dilihat penyebanya lebih pada kelemahan perlindungan sebelum TKI diberangkatkan/bekerja di luar negeri oleh karena itu titik perhatian mengenai upaya perlindungan Hak-Hak Seseorang Calon TKW/TKI dilihat pada saat Sebelum TKI dikirim bekerja ke Luar Negeri.
Adapun hak-hak calon TKI sebelum bekerja di luar negeri diantaranya:[1]
1.    Memperoleh akses informasi yang benar dari pihak yang berwenang mengenai pasar kerja dan prosedural penempatan buruh migran di luar negeri;
2.    Memperoleh kebebasan dalam memilih jenis pekerjaan dan negara tujuan bekerja;
3.    Memperoleh pelayanan yang baik dan perlakuan  yang sama selama proses rekruitmen;
4.    Memperoleh perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi;
5.    Kelengkapan dokumen;
6.    Memperoleh izin dari pihak keluarga;
7.    Informasi atas kebenaran job order dari pihak aparat setempat;

Pembangunan komitmen dan kesadaran  negara-negara yang terlibat dalam program peengiriman dan penerima buruh/pekerja migran guna memberikan perhatian khusus bagi perlindungan para pekerja migran baik dalam skala multilateral maupun bersifat regional.
Selanjutnya perlindugan hak-hak para pekerja migran pada saat mereka bekerja diluar negeri. ICRMW menganut prinsip non diskriminasi bagi perlindungan hak-hak pekerja migran selama mereka bekerja di luar negeri, prinsip perlakuan non diskriminasi ini diatur dalam pasal 7 :
“Negara-negara pihak berjanji, sesuai dengan instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia, untuk menghormati dan memastikan bahwa semua pekerja migran dan anggota keluarganya dalam wilayahnya atau tunduk pada yurisdiksinya, agar memperoleh hak yang diatur dalam Konvensi ini tanpa pembedaan apapun seperti : jenis kelamin, ras, warna kulit,bahasa,agama atau kepercayaan, pendapat politik atau lainnya,kebangsaan,asal-usul etnis atau sosial, kewarganegaraan, usia, kedudukan ekonomi, kekayaan, status perkawinan,....” 
Salah satu wujud komitmen Internasional dalam forum regional yang fokus pada perlindungan hak-hak para pekerja buruh migran, diatur dalam Declaration on The Protection and Promotion Of the Rights of Migrant Worker at the 12th ASEAN Summit in January 2007.
Deklarasi tersebut merupakan hasil kesepakatan para menteri luar negeri se- ASEAN, khsusnya negara anggota ASEAN yang tergabung dalam dalam South East Asia National Human Rights Institutions Forum (SEANF).
Forum ini menekankan pentingnya pembahasan mengenai berbagai kebijakan dan merancang kebijakan berbagai instrumen untuk melindungi hak-hak pekerja migran diantara negara pengirim dan penerima pekerja migran dalam lingkup negara-negara ASEAN/SEANF (Indonesia,Malaysia, Thailand dan Philipina).
Perinsip perlindungan bagi para pekerja migran dalam konsep SEANF pada issu ini adalah “perlakuan nasional” dan “ perlakuan Non Diskriminasi”, maksud dari kedua prinsip tersebut lebih pada untuk menjamin agar para pekerja migran dapat diperlakukan yang sama dengan para pekerja yang berasal dari negara peneriam/pemberi kerja pada level pekerjaan yang sama. Perlakuan sama/non diskriminasi tersebut meliputi : kebijakan upah,kondisi lingkungan kerja, dan kebijakan penerapan kontrak. Kebijakan-kebijakan non diskriminasi tersebut berlaku selama pekerja migran bekerja di negara pemberi pekerjaan.
Dengan mengadopsi beberapa aturan standar yang relevan dalam ILO,CRC,CEDAW,ICESCR, ICCPR dan ICRMW. SEANF dalam menindaklanjuti pengesahan deklarasi pada pemimpin ASEAN ke 12 bagi perlindungan dan pemahan mengenai hak-hak pekerja migran,  menempatkan beberapa instrumen hak yang penting untuk dimasukkan ke dalam draft perjanjian bagi perlindungan para pekerja migran saat mereka bekerja pada negara penerima/pihak penyedia pekerjaan.Instrumen hak tersebut diantaranya: Hak untuk  berpindah/bergerak, hak untuk bekerja bebas sesuai pilihan, hak untuk bebas dari segala bentuk pemaksaan melakukan suatu pekerjaan/perdagangan manusia, hak atas kebebasan untuk berpikir, berorganisasi dan beragama, hak atas kesehatan/pelayanan kesehatan, hak menikah dan mempunyai keluarga, hak untuk memperoleh rumah yang layak, akses atas keadilan dan bantuan hukum.

Instrumen Hukum Nasional Bagi Perlindungan Buruh Migran/TKI Di Luar Negeri

Dalam hukum nasional, perlindungan terhadap buruh migran termasuk pekerja domestik di luar negeri diatur dalam UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, selanjutnya Undang-Undang ini dikenal dengan UU TKI/Buruh Migran. Namun dalam penerapannya, keberadaan Undang-Undang ini masih dalam perdebatan, terutama mengenai marwah dari Undang-Undang tersebut yang bertujuan memberikan perlindungan hak-hak pada TKI namun pada praktiknya Undang-Undang tersebut lebih mengedepankan pada kepentingan perusahaan jasa pengirim TKI ke luar negeri. Sementara Undang-Undang yang secara khusus memberikan perlindungan hak-hak  para pekerja migran di luar negeri termasuk di dalam negeri juga mendapat pengaturan di dalam Undang-Undang No.39/1999 tentang HAM tepatnya di dalam pasal 38 pada ayat (1) s.d ayat (4),pada ketentuan pasal tersebut menekankan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pekerjaan sesuai kecakapan, bakat dan kemampuannya, setiap orang juga wajib dilindungi selama yang bersangkutan melaksanakan pekerjaannya dalam bentuk perjanjian kerja yang memuat dengan jelas hak-hak dan kewajibannya. Dan yang tak kalah penting mengenai pengupahanan. Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah yang layak sesuai standar hidup yan layak bagi kemanusiaan. Mengenai potensi mendapatkan ancaman fisik dan phsikis selama melaksanaan pekerjaan UU tentang HAM juga memberikan pengaturan mengenai perlindungan mengenai hak rasa aman seseorang yakni pada pasal 29 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat …”, selanjutnya perlindungan dari segala bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi diatur dalam pasal 33 pada ayat (1) dinyatakan bahwa “setiap orang berhak bebas dari penyiksaan,penghukuman atau perlakukan yang kejam,tidak manusiawi,merendahkan derajat dan martabat manusia”.pada beberapa kasus aduan yang masuk ke Komnas HAM sebagai contoh, sebagian besar permasalahan yang diadukan adalah mengenai tidak dibayarkannya upah dan penempatan TKI sewenang-wenang oleh PJTKI. Dari kasus-kasus tersebut Komnas HAM akan meindetifikasi dan memastikan bahwa adanya pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban sebagai terlampor yakni perusahaan pengirim/PJTKI karna dalam pelanggaran HAM unsur pelaku yang disasar berdasarkan UU No.39/1999 tentang HAM adalah Negara dan/atau perusahaan yang berpotensi sebagai actor/pelaku pelanggar HAM bukan pihak-pihak perorangan yang memberikan pekerjaan. Jika ada unsur kekerasan pidana maka akan direkomendasikan melakukan pelaporan pidana ke aparat penegak hukum setempat. Oleh karena itu segala bentuk pengabaian yang telah dilakukan oleh perusahaan pengirim TKI dan penempatan pekerja migrant adalah bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia,disamping potensi adanya pelanggaran pidana.



[1] Panduan Buruh Migran di Taiwan,2005, Komnas HAM, hlm 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar