Berbasis pada UU No 39 Tahun 1999 dan Indikator dalam Komentar
Umum Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya
Disepakatinya sasaran Pembangunan
Milenium atau yang lebih dikenal MDGs oleh beberapa negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Maka sejak ditandatanganinya delarasi
tersebut oleh negara-negara yang hadir,
otomatis mengikat untuk segera direalisasikan sebagai salah satu komitmen pemimpin-pemimpin dunia untuk dapat mencapai
8 (delapan) sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG).sebagai satu paket
tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Indonesia sebagai salah satu delegasi
yang hadir dalam pertemuan puncak Milenium di New York turut menandatangani
deklarasi Milenium tersebut, dan wajib untuk mewujudkan 8 buah sasaran
pembangunan dalam MDGs,adapun delapan (8) sasaran tersebut diantaranya; Negara
peserta menjamin mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita
kelaparan, dan menjamin semua anak untuk menyeleasaikan pendidikan dasarnya.
Pemenuhan sasaran tersebut harus sudah dapat tercapai pada tahun 2015.
Kewajiban pemerintah untuk menjamin
pemenuhan capaian MDGs di bidang pendidikan berarti tuntutan komitmen
pemerintah atas hak-hak warga negara untuk dapat memperoleh pendidikan dasar
sebagai salah satu hak dasar sebagai
warga negara. Begitu pula jaminan pemerintan untuk memenuhi capaian MDGs di
Bidang Pangan berarti kemampuan pemerintah untuk dapat mengurangi hingga
separuh jumlah orang-orang yang menderita akibat kelaparan/ jaminan pemenuhan
pangan.
Tujuan capaian MDGS untuk dua program
tersebut sangat berhubungan dengan jaminan pemenuhan hak-hak asasi di bidang
Hak Ekononomi, Sosial dan Budaya sebagaimana tercantum dalam UU No 12 Tahun
2005 Jo Komentar Umum Ekosob dan UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Hak atas pendidikan merupakan hak
dasar yang harus dipenuhi oleh negara melalui penyediaan anggaran bagi pengadaan sarana prasarana pelaksanaan
pendidikan, Peningkatan mutu SDM pendidik, meningkatkan mutu kurikulum
pendidikan, mengadakan program-program dibidang pendidikan terutama pemberian
pembebasan beban-beban biaya terhadap anak didik dari berbagai pungutun yang
memberatkan, membebaskan dari kawajiban untuk membayar SPP bagi waga
miskin/pemberian pendidikan gratis sehinnga anak-anak dari kelurga miskin dapat
terjamin untuk terus dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi sesuai dengan pemenuhan hak atas
pendidikan sampai pada level dasar. Jaminan pemerintah untuk melakukan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya
sampai ke pelosok daerah/seluruh wilayah Indonesia, juga menjadi hal penting
untuk dilakukan, sehingga dapat memperkecil ketimpangan antara daerah-daerah
perkotaan dengan daerah-daerah terpencil.
Program untuk mengurangi jumlah
orang-orang yang menderita akibat kelaparan/ketiadaan bahan makanan adalah hal
penting dan mendesak bagi negara untuk dapat melakukan langkah-langkah nyata,
strategis dan terukur sehingga resiko-resiko timbulanya bencana kelaparan
akibat kekeringan dapat dihindari. Pelaksanaan Program tersebut dalam
realisasinya harus dapat menjangkau sampai ke daerah pelosok-pelosok/daerah
yang rawan terjadinya bencana kelaparan. Program untuk mengurangi jumlah
orang-orang yang menderita akibat kelaparan sengat relevan bila kita hubungkan
dengan Hak Pangan dari masyarakat yang mana hak tersebut sebagai salah satu hak
dasar (element nencessary) yang wajib
dipenuhi ketersediaannya oleh negara. Hak atas pangan ini menjadi hal penting
untuk menjadi salah satu perhatian serius oleh negara-negara peserta, masuk
menjadi proram sasaran capaian dalam MDGs 2010-2015, dengan bercermin pada
banyaknya kasus-kasus kelaparan/kekurangan bahan pangan di tengah masyarakat
dunia.
Deklarasi Milineum MGDs sangat
membantu untuk mendorong negara-negara peserta dalam membangun komitmen dan
memberikan arahan program-program guna pencapaian tatanan masyarat dunia yang
sejahtera.
Pencapaian atas adanya jaminan
pemenuhan hak atas Pendidikan dasar dan Hak atas Pangan/bahan makanan yang layak bagi seluruh wara negara,diharapkan dapat menjadi salah satu
penilaian bahwa suatu negara telah berhasil dalam memenuhi hak-hak dasar bagi
warganya dan pencapaian tersebut otomatis telah memenuhi komitmen yang telah
disepakati sesuai Deklarasi MGDs 2010-2015.
Khusus di Indonesia kewajiban negara
untuk memenuhi hak-hak dasar (to fullfill) tersebut juga telah diatur dalam UU No 39 Tahun 1999
Tentang HAM dan ratifikasi terhadap UU No 11 Tahun 2005 tentang ratifikasi
konvensi internasional hak ekonomi, sosial dan budaya/ICESCR, dan beberapa
peraturan perUndang-undagangan terkait lainya.
Untuk mewujudkan keberhasilan dalam
pemenuhan hak-hak dasar tersebut maka salah satu indikator yang dapat kita
gunakan untuk mengukur keberhasilan pemenuhan hak atas pendidikan dan hak atas
pangan bagi warga negara oleh negara dapat
mengunakan beberapa indikator. Indikator pengukuran tersebut telah
dijabarkan dalam Komentar Umum Kovenan Internasional Hak EKOSOB.
1.
Indikator Pemenuhan Hak Atas
Pendidikan Dasar di Indonesia
Menikmati pendidikan merupakan salah
hak dasar setiap orang. Pencapaian Pendidikan bagi semua orang merupakan salah
satu dari 8 (delapan) sasaran pembangunan dalam MDGs. Pencapaian tersebut
diperkuat sebagai salah satu hak dasr
manusia sebagaimana diatur pada bagian pengantar komentar Umum 13 mengenai Hak
Untuk Menikmati Pendidikan sebagaimana dinyatakan pada Pr 1: “Pendidikan adalah
sebuah hak asasi...” selanjutnya dalam dalam ketentuan UU nasional, hak atas
pendidikan secara tegas diatur dalam
Pasal 11 dan Pasal12 UU No 39 Tahun 1999
Tentang HAM
Pasal 11 dinyatakan;
Setiap orang berhak atas pemenuhan
kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak”
selanjutnya dalam Pasal 12 pada UU yang sama
dinyatakan;
Setiap orang berhak atas perlindungan
bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan.....”
Selanjutnya dalam UU ratifikasi
ICESCR, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 13 dan Pasal 14. Pasal 13
dinyatakan ;
(1)
Negara-negara pihak pada kovenan ini mengakui hak setiap orang atas
pendidikan......”
(2)
Negara pihak dalam kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak tersebut
secara penuh :
a)
Pendidikan
dasar harus diwajibkan dan tersedia secara Cuma-Cuma bagi semua orang;
c)
Pendidikan
tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan,
dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-Cuma
secara bertahap;
d)
Pendidikan
mendasar harus sedapat mungkin didorong atau ditingkatkan bagi orang-orang yang
belum mendapatkan atau belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka.......
Selanjutnya dalam Pasal 14 dinyatakan:
“Setiap negara pihak pada kovenan ini
yang pada saat menjadi pihak belum mampu menyelenggarakan wajib belajar tingkat
dasar secara cuma-cuma di wilayah perkotaan atau wilayah lain di bawah
yurisdiksinya, harus berusaha dalam jangka waktu dua tahun, untuk menyusun dan
menetapkan rencana kegiatan rinci untuk diterapkan secara progresif, dan dalam
beberapa tahun yang layak harus melaksanakan prinsip wajib belajar dengan
cuma-cuma bagi semua orang, yang harus dimasukkan dalam rencana kegiatan
tersebut”
Untuk menentukan implemantasi
pencapaian pemenuhan hak atas pendidikan bagi warga negara, maka perlu
diperhatikan beberapa unsur-unsur dasar (fundamental) yang harus terpenuhi,
meliputi :
a.
Ketersediaan;
Berbagai
institusi dan program pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai di
dalam yurisdiksi negara itu. Apa yang
mereka butuhkan supaya berfungsi bergantung pada banyak faktor, termasuk
konteks pengembangan di mana mereka beroperasi; sebagai contoh, semua institusi
dan program tentu cenderung memerlukan bangunan atau perlindungan fisik dari
unsur-unsur tertentu, fasilitas sanitasi bagi kedua jenis kelamin, air minum
yang sehat, guru-guru yang terlatih dengan gaji yang kompetitif, materi-materi
pengajaran dst. Ketersediaan fasilitas perpustakaan, laboratorium komputer dan
teknologi informasi;
b.
Akses;
Berbaga
institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa
diskriminasi, di dalam yurisdiksi negara itu.Aksesibilitas mempunyai tiga (3)
dimensi karakteristik umum diantaranya:
1)
Non
Diskriminasi;
2)
Aksesibilitas
Fisik;
3)
Aksesibilitas
Ekonomi – biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang. Khusus untuk
pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang, sedangkan untuk Pendidikan
Menengah dan Tinggi negara wajib mememperkenalkan program pembebasan biaya
pendidikan.
c.
Dapat
diterima;
Bentuk
dan subtansi pendidikan termasuk kurikulum dan metode-metode pengajaran, harus
bisa diterima.
d.
Dapat
diadaptasi
Pendidikan
harus sangat fleksibel sehingga dapat menyesuaikan diri, dengan kebutuhan untuk
mengubah masyarakat dan komunitas, dan merespon kebutuhan para sisiwa dalam
masyarakat dan tatanan budaya mereka.
Pendidikan sebagai fundamental needs
meliputi; unsur-unsur ketersediaan, aksesibilitas, dapat diterima, dan dapat
diadaptasi yang umum dalam segala bentuk pendidikan pada semua tingkat. Hak
setiap orang untuk mendapatkan pendidikan dasar dijamin dalam “Deklarasi Dunia bagi pendidikan untuk
semua orang”. Dalam perkembangannya sangat relevan bila Pendidikan dasar
adalah kebutuhan bagi semua orang, setiap orang berhak menerima, menikmati dan
menyelesaikan pendidikan dasarnya.
State Obligation: Memberikan Jaminan terhadap Sistem Sekolah, Sistem Beasiswa dan
Kondisi Staf Pengajar/Pendidik
Sistem Sekolah
Negara
berkewajiban untuk menyusun strategi pengembangan yang menyeluruh bagi sistem
persekolahan. Dan menuntut Negara dapat menekankan priortas pada level
pendidikan awal.
Sistem Beasiswa
Negara perlu
menetapkan suatu sistem beasiswa dan harus diterapkan berlandaskan Non
Diskriminasi dan kesetaraan, dengan adanya program beasiswa ini harus memajukan
kesetaraan akses pendidikan dari kelompok-kelompok yang kurang beruntung.
Kondisi Staf
Pengajar
Kondisi
hidup/kesejahteraan staf pengajar harus terus menerus ditingkatkan.
2.
Indikator Pencapaian Program Untuk Mengurangi Jumlah Orang-Orang
Yang Menderita Akibat Kelaparan/Jaminan Pemenuhan Hak Atas Pangan
Konfrensi FAO
tahun 1996 merupakan tongak penting bagi pengakuan bahwa Pangan sebagai salah
satu hak yang paling asasi. Indonesia
sebagai salah satu negara yang turut hadir pada Konfrensi FAO tersebut
berarti mempunyai kewajiban untuk membangun komitmen bagi perlindungan
ketersediaan pangan bagi warganya dalam bentuk kebijakan dalam membangun
ketahanan pangan yang diwujudkan dengan
disahkannya UU No 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Namun terlebih penting dari
semua itu, perlu menjadi pertimbangan
utama yang perlu diperhatikan terutama dari sisi esensi antara pangan dan
manusia dimana Pangan merupakan salah satu kebutuham mendasar (basic needs) dan relevan bila pangan
mempunyai keterikatan pada Hak Asasi Manusia karena bila terdapat suatu daerah
atau warga negara yang meninggal karena kekuarangan makan/gizi maka secara
langsung negara dapat dimintakan pertanggung jawaban akibat kelalainnya atas
kewajibannya (state obligation) memberikan jaminan bagi pemenuhan hak
atas pangan yang layak bagi warga negaranya.
Dalam Komentar umum
No 12 EKOSOB dinyatakan, bahwa kewajiban hukum bagi negara
penandatangan adalah patut sesegera mungkin untuk mengambil langkah-langkah
untuk mencapai secara progresif unutk mewujudkan pemenuhan hak atas bahan
pangan. Dalam arti negara diwajibkan untuk menjamin semua orang di wilayahnya atas akses bahan pangan pokok minimum yang
memadai,layak dan aman secara gizi untuk membebaskan mereka dari rasa lapar.
Secara implisit
Hak seseorang atas pangan tidak ada diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang
HAM tapi perlindungan hak ini dominan kita masukan dalam pengaturan bagi
perlindungan Hak Untuk Hidup BAB III Pasal 9 ayat (1), dinyatakan:
“Setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupan”
Relevan bila
kewajiban negara untuk menjamin pengurangan lebih dari separuh orang-orang
menderita kelaparan kita masukan pada bagian Hak Hidup karena motivasi orang
membutuhkan/mencari makanan tidak lain adalah untuk mempertahankan
hidupnya/untuk keberlangsungan hidupnya.
Namun berbeda bila
kita mengacu pada ketentuan UU No 11 Tahun 2005 tentang ratifikasi Konvensi
Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Hak atas Pangan diatur secara
jelas pada Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (1)
dinyatakan;
“Negara pihak
pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak
baginya dan keluarganya,termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas
perbaikan konidisi hidup terus menerus....”
Ayat (2)
dinyatakan;
“Negara pihak
pada kovenan ini, dengan mengakui hak mendasar dari setiap orang untuk bebas
dari kelaparan.......”
Bebarap
indikator yang dapat digunakan oleh negara untuk mencapai keberhasilan pada
program pengurangan jumlah orang-orang menderita kelaparan, dapat mengacu pada Ukuran
1
Ketersediaan
Tersedianya bahan pangan yang
layak baik secara kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
mekanan individu, bebas dari subtansi yang merugikan, seta bisa diterima dalam
budaya setempat;
a.
Bebas
dari subtansi-subtansi yang merugikan, menetapkan kebutuhan atas keamanan bahan
pangan dan tindakan-tindakan perlindungan, baik dalam arti publik atau swasta
untuk mencegah kontaminasi bahan pangan melalui pencampuran dan/atau melalui
kesehatan lingkungan atau penanganan yang buruk pada tingkat yang berbeda
sepanjang rantai makan;
b.
Penerimaan
budaya atau konsumen
Kebutuhan
juga harus dipertimbangkan sebisa mungkin, unsur-unsur yang dirasakan
Non-Nutrine yang terkandung dalam makanan dan konsumsi makanan serta
menginformasikan pendapat konsumen tentang sifat dari suplai bahan makanan yang
bisa diakses.
2.
Aksesibilitas
mencakup aksesibiltas ekonomis maupun fisik :
a.
Aksesibilitas
Ekonomis;
Bahwa
biaya finansial personal atau rumahtangga yang berkaitan dengan pembelian bahan
pangan untuk suatu menu yang layak harus berada pada tingkatan tertentu diman
tidak mengangku atau membahayakan perolehan dan pemenuhan kebutuhan dasar
lainnya.
Aksesibilitas
Ekonomi berlaku pada semua pola pembelian atau perolehan dengan mana masyarakat
mengadakan bahan makanan dan merupakan suatu ukuran kepuasan bagi pemenuhan hak
atas bahan pangan yang layak. Kelompok – kelompok yang rentan secara sosial
seperti orang-orang yang tidak memiliki lahan dan kelompok miskin tertentu di
masyarakat mungkin membutuhkan perhatian melalu program – program khusus.
b.
Aksesibilitas
fisik
Bahwa
bahan pangan yang layak harus terjangkau bagi semua orang termasuk
individu-individu yang rentan secara fisik, seperti : bayi,anak-anak, orang
lanjut usia, cacat fisik, wanita hamil. Korban bencana, orang yang hidup di
lokasi bencana dan kelompok-kelompok tak beruntung lainnya yang membutuhkan
perhatian khusus. Juga kerentanan khusus lainnya ialah banyak kelompok
masyarakat adat yang digangu aksesnya kepada tanah leluhur mereka.
Beberapa indikator-indikator
tersebutlah yang menjadi ukuran pemenuhan hak-hak atas pangan dan pendidikan
yang telah digariskan berdasarkan Komentar Umum PBB yang juga menjadi dasar
pengukuran terhadap pemenuhan hak-hak atas kesejahteraan dan hak untuk
mengembangkan diri di dalam UU No. 39/1999 tentang HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar