Permasalahan tentang pekerja migran Indonesia di luar
negeri sampai saat ini masih terus menjadi isu menarik untuk diperbincangkan,
karena dari tahun ke tahun jumlah TKI yang mengalami tindakan-tindakan
kekerasan, pelanggaran hak pengupahan, dan permasalahan hukum lainnya terus bertambah.
Walau telah ada
peraturan-peraturan nasional dibentuk, dan peraturan internasional yang telah
diratifikasi, namun
instrumen-instrumen hukum tersebut belum mampu mengurangi berbagai bentuk
pelanggaran terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri.
Hal utama yang memicu timbulnya permasalahan para pekerja
migran indonesia di luar negeri adalah mekanisme rekrutmen calon TKI dan penempatan mereka di luar negeri yang tidak
berbasis pada keahlian dan kompetensi dan penguasaan standar bahasa asing.
Tidak jelasnya sistim rekriutmen para calon TKI dapat
berdampak buruk bagi perlindungan calon TKI yang bekerja di Luar Negeri.
Rekrutmen atau perekrutan merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), untuk mencari
orang-orang yang akan dijadikan TKI/TKW atau buruh migran.
Pada kasus tertentu masih banyak PJTKI yang melakukan
rekruitmen para calon TKI yang tidak memperhatikan skill para calon TKI yang mana skill/atau keahlian tersebut
dibutuhkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan di negara penerima. Hal lain juga
disebabkan oleh motivasi sebagian besar PJTKI yang lebih berorientasi pada
keuntungan dan mengabaikan jaminan keselamatan para calon TKI yang akan
dipekerjakan di luar negeri. Bercermin pada kenyataan tersebut maka penting
menjadi perhatian bagi para PJTKI untuk menyeleksi dengan seksama para calon
TKI yang akan dikirim untuk bekerja di luar negeri, salah satunya yang dapat
dilakukan dengan mengadakan program pelatihan bagi para calon TKI sebelum
mereka di kirim ke luar negeri. Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada calon
TKI hurus disesuikan dengan kebutuhan skil dari perusahaan/pihak yang akan
memberikan pekerjaan di negara penerima.
Permasalahan lainnya adalah Penempatan TKI di luar
negeri.
Penempatan merupakan proses penyerahan buruh migran dari
PJTKI atau agen kepada pihak majikan(pengguna jasa tenaga kerja) setelah buruh
migran tiba di negara tujuan kerja.
Tanggung jawab penempatan TKI di luar negeri ada pada
PJTKI, penempatan calon TKI yang tidak selektif sering menimbulkan buruknya
perlindungan bagi calon TKI yang bekerja di luar negeri. Tidak selektifnya
PJTKI tersebut juga dikarnakan pihak PJTKI tidak benar-benar menyeleksi
pihak-pihak penyedia pekerjaan di luarnegeri tidak memastikan status badan
hukum pemberi pekerjaan, itikad baik pihak pemberi pekerjaan, status/jenis
kegiatan usaha yang dilakukan dan faktor lainnya. Maka akibat ketidak
selektifan PJTKI dalam pengiriman TKI tersebut menjadi salah satu akar masalah
banyaknya TKI yang mengalami tindakan pelecehan, penganiayaan, pemerasan, upah
tidak di bayar, penipuan dan tindakan merugikan lainnya.
Selain tanggung jawab PJTKI, idealnya/sedapat mungkin
para calon TKI juga dapat aktif untuk memperoleh informasi yang benar dari
pihak-pihak berwenang mengenai pasar kerja yang ditawarkan. Keaktifan calon TKI
juga dapat meminimalisir timbulnya resiko yang merugikan bagi calon TKI yang
akan dikirim ke luar negeri.
Instrumen
Hukum Internasional bagi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran di Luar Negeri
Terdapat perbedaan istilah yang dikenal dalam konvensi
Internasional Tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya mengenai Buruh Migran. Dalam Konvensi Internasional tersebut
memberikan istilah “Pekerja Migran”. Pekerja Migran adalah “seseorang
yang akan, tengah, atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu
negara dimana ia bukan menjadi warga negara”
Buruh migran/pekerja migran adalah berbeda dengan mereka
yang melakukan
aktivias di Luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan International Conv
On Protection of The Rights af All Migrant Worker an Members Of Their Families
(ICRMW) Pasal 3 :
a) Orang-orang yang dipekerjakan
oleh organisasi dan badan-badan Internasional, atau orang-orang yang dikirim
atau dipekerjakan oleh suatu negara diluar wilayahnya unutk menjalankan fungsi
resmi,yang kedatangan dan statusnya diatur oleh hukum internasional.....dst
lihat (Bab 8 Konv Int ttg Perlindungan Pekerja Migran....)
b) Orang-orang yang dikirim atau
dipekerjakan oleh suatu negara atas nama negara tersebut di luar wilayahnya,
yang berpartisipasi dalam program-program pengembangan dan program-program
kerja sama lainnya, yang kedatangan dan statusnya diatur oleh perjanjian dengan
negara tempatnya bekerja, dan yang sesuai dengan perjanjian tersebut, tidak
dianggap sebagai pekerjaan migran;
c) Orang-orang yang bertempat
tinggak di negara yang berbeda dengan Negara asalnya sebagai penanam modal;
d) Pengungsi atau orang tanpa
kewarganegaraan, kecuali ketentuan tentang hal ini dicantumkan dalam ketentuan
perudangan-undangan nasional dari negara yang bersangkutan, atau dalam
instrumen internasional yang berlaku bagi Negara pihak tersebut;
e) Pelajar dan orang yang ikut
pelatihan;
f) Pelaut dan pekerja pada
instansi lepas pantai yang belum diterima untuk bertempat tinggal dan melakukan
pekerjaan yang dibayar di Negara tempatnya bekerja
Buruh migran adalah seseorang yang bukan berstatus warga
negara di tempat negara pemberi pekerjaan (art 2 (1) ICRMW). Oleh karena itu
perlindungan hukum menjadi hal penting bagi seseorang yang bekerja dalam status
sebagai buruh migran.
Perlindungan bagi para pekerja migran diberikan pada saat
sebelum TKI diberangkatkan, pada saat bekerja di luar negeri dan kepulangan
TKI, namun permasalahan yang banyak terjadi bila dilihat penyebanya lebih pada
kelemahan perlindungan sebelum TKI diberangkatkan/bekerja di luar negeri oleh
karena itu titik perhatian mengenai upaya perlindungan Hak-Hak Seseorang Calon
TKW/TKI dilihat pada saat Sebelum TKI dikirim bekerja ke Luar Negeri.
Adapun hak-hak calon TKI sebelum bekerja di luar negeri
diantaranya:[1]
1.
Memperoleh
akses informasi yang benar dari pihak yang berwenang mengenai pasar kerja dan
prosedural penempatan buruh migran di luar negeri;
2.
Memperoleh
kebebasan dalam memilih jenis pekerjaan dan negara tujuan bekerja;
3.
Memperoleh
pelayanan yang baik dan perlakuan yang
sama selama proses rekruitmen;
4.
Memperoleh
perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi;
5.
Kelengkapan
dokumen;
6.
Memperoleh
izin dari pihak keluarga;
7.
Informasi
atas kebenaran job order dari pihak aparat setempat;
Pembangunan
komitmen dan kesadaran negara-negara
yang terlibat dalam program peengiriman dan penerima buruh/pekerja migran guna
memberikan perhatian khusus bagi perlindungan para pekerja migran baik dalam
skala multilateral maupun bersifat regional.
Selanjutnya perlindugan hak-hak para pekerja migran pada
saat mereka bekerja diluar negeri. ICRMW menganut prinsip non diskriminasi bagi
perlindungan hak-hak pekerja migran selama mereka bekerja di luar negeri,
prinsip perlakuan non diskriminasi ini diatur dalam pasal
7 :
“Negara-negara pihak berjanji, sesuai dengan
instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia, untuk menghormati
dan memastikan bahwa semua pekerja migran dan anggota keluarganya dalam
wilayahnya atau tunduk pada yurisdiksinya, agar memperoleh hak yang diatur
dalam Konvensi ini tanpa pembedaan apapun seperti : jenis kelamin, ras, warna
kulit,bahasa,agama atau kepercayaan, pendapat politik atau
lainnya,kebangsaan,asal-usul etnis atau sosial, kewarganegaraan, usia,
kedudukan ekonomi, kekayaan, status perkawinan,....”
Salah satu wujud komitmen Internasional dalam forum
regional yang fokus pada perlindungan hak-hak para pekerja buruh migran, diatur dalam Declaration on The
Protection and Promotion Of the Rights of Migrant Worker at the 12th ASEAN Summit
in January 2007.
Deklarasi tersebut merupakan hasil kesepakatan para
menteri luar negeri se- ASEAN, khsusnya negara anggota ASEAN yang tergabung
dalam dalam South East Asia National Human Rights Institutions Forum
(SEANF).
Forum ini menekankan pentingnya pembahasan mengenai
berbagai kebijakan dan merancang kebijakan berbagai instrumen untuk melindungi
hak-hak pekerja migran diantara negara pengirim dan penerima pekerja migran
dalam lingkup negara-negara ASEAN/SEANF (Indonesia,Malaysia, Thailand dan
Philipina).
Perinsip perlindungan bagi para pekerja migran dalam
konsep SEANF pada issu ini adalah “perlakuan nasional” dan “ perlakuan Non
Diskriminasi”, maksud dari kedua prinsip tersebut lebih pada untuk menjamin
agar para pekerja migran dapat diperlakukan yang sama dengan para pekerja yang
berasal dari negara peneriam/pemberi kerja pada level pekerjaan yang sama.
Perlakuan sama/non diskriminasi tersebut meliputi : kebijakan upah,kondisi
lingkungan kerja, dan kebijakan penerapan kontrak. Kebijakan-kebijakan non
diskriminasi tersebut berlaku selama pekerja migran bekerja di negara pemberi
pekerjaan.
Dengan mengadopsi beberapa aturan standar yang relevan
dalam ILO,CRC,CEDAW,ICESCR, ICCPR dan ICRMW. SEANF dalam menindaklanjuti
pengesahan deklarasi pada pemimpin ASEAN ke 12 bagi perlindungan dan pemahan
mengenai hak-hak pekerja migran,
menempatkan beberapa instrumen hak yang penting untuk dimasukkan ke
dalam draft perjanjian bagi
perlindungan para pekerja migran saat mereka bekerja pada negara penerima/pihak
penyedia pekerjaan.Instrumen hak tersebut diantaranya: Hak untuk berpindah/bergerak, hak untuk bekerja bebas
sesuai pilihan, hak untuk bebas dari segala bentuk pemaksaan melakukan suatu
pekerjaan/perdagangan manusia, hak atas kebebasan untuk berpikir, berorganisasi
dan beragama, hak atas kesehatan/pelayanan kesehatan, hak menikah dan mempunyai
keluarga, hak untuk memperoleh rumah yang layak, akses atas keadilan dan
bantuan hukum.
Instrumen Hukum
Nasional Bagi Perlindungan Buruh Migran/TKI Di Luar Negeri
Dalam hukum nasional, perlindungan terhadap buruh migran
termasuk pekerja domestik di luar negeri diatur dalam UU No. 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, selanjutnya
Undang-Undang ini dikenal dengan UU TKI/Buruh Migran. Namun dalam penerapannya,
keberadaan Undang-Undang ini masih dalam perdebatan, terutama mengenai marwah
dari Undang-Undang tersebut yang bertujuan memberikan perlindungan hak-hak pada
TKI namun pada praktiknya Undang-Undang tersebut lebih mengedepankan pada
kepentingan perusahaan jasa pengirim TKI ke luar negeri. Sementara Undang-Undang
yang secara khusus memberikan perlindungan hak-hak para pekerja migran di luar negeri termasuk di
dalam negeri juga mendapat pengaturan di dalam Undang-Undang No.39/1999 tentang
HAM tepatnya di dalam pasal 38 pada ayat (1) s.d ayat (4),pada ketentuan pasal
tersebut menekankan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pekerjaan sesuai
kecakapan, bakat dan kemampuannya, setiap orang juga wajib dilindungi selama
yang bersangkutan melaksanakan pekerjaannya dalam bentuk perjanjian kerja yang
memuat dengan jelas hak-hak dan kewajibannya. Dan yang tak kalah penting mengenai
pengupahanan. Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah yang layak sesuai
standar hidup yan layak bagi kemanusiaan. Mengenai potensi mendapatkan ancaman
fisik dan phsikis selama melaksanaan pekerjaan UU tentang HAM juga memberikan
pengaturan mengenai perlindungan mengenai hak rasa aman seseorang yakni pada
pasal 29 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat …”, selanjutnya perlindungan dari
segala bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi diatur dalam pasal 33 pada ayat
(1) dinyatakan bahwa “setiap orang berhak bebas dari penyiksaan,penghukuman
atau perlakukan yang kejam,tidak manusiawi,merendahkan derajat dan martabat
manusia”.pada beberapa kasus aduan yang masuk ke Komnas HAM sebagai contoh, sebagian
besar permasalahan yang diadukan adalah mengenai tidak dibayarkannya upah dan
penempatan TKI sewenang-wenang oleh PJTKI. Dari kasus-kasus tersebut Komnas HAM
akan meindetifikasi dan memastikan bahwa adanya pihak yang dapat dimintakan
pertanggungjawaban sebagai terlampor yakni perusahaan pengirim/PJTKI karna
dalam pelanggaran HAM unsur pelaku yang disasar berdasarkan UU No.39/1999
tentang HAM adalah Negara dan/atau perusahaan yang berpotensi sebagai actor/pelaku
pelanggar HAM bukan pihak-pihak perorangan yang memberikan pekerjaan. Jika ada unsur
kekerasan pidana maka akan direkomendasikan melakukan pelaporan pidana ke
aparat penegak hukum setempat. Oleh karena itu segala bentuk pengabaian yang
telah dilakukan oleh perusahaan pengirim TKI dan penempatan pekerja migrant adalah
bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia,disamping potensi adanya pelanggaran
pidana.