Opini dari beberapa lapisan masyarakat yang menginginkan agar
Komnas HAM dibubarkan, akhir-akhir ini cukup kuat hembusannya. Hal ini cukup
beralasan, pada saat masyarakat
dihadapkan pada fenomena mengenai
tidak adanya penyelesaian terhadap berbagai persoalan HAM yang mereka
(masyarakat) adukan, belum lagi kasus –kasus pelanggaran HAM yang berat yang
sampai saat ini belum ada penyelesaian secara tuntas, terurama dari aspek
penegakan hukumnya. Sebelum mengkaji lebih dalam apa yang sebenarnya menajadi
persoalan inti dari masalah – masalah tersebut ada baiknya kita melihat
eksistensi Komnas HAM dari aspek eksistensi yuridis Komnas HAM dalam Struktur
Ketata Negaraan kita (Indonesia).
Komnas HAM bukan
Lembaga Negara konstitusional
Komnas HAM adalah Institusi Mandiri yang kedudukannya
setingkat dengan Lembaga Negara Lainnya. Didirikan berdasarkan Keputusan
Presiden No 50 Tahun 1993, sementara
keberadaan Komnas HAM sendiri dalam UU diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM tepatnya pada pasal 1 angka 7, selanjutnya mengenai tugas, kewenangan dan
struktur organisasi Komnas HAM diatur
pada Pasal 75 sampai Pasal 103 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Jadi sampai
saat ini Komnas HAM sendiri belum memiliki UU sendiri atau UU tentang Komnas
HAM sebagaiman yang dimiliki Ombudsman, KPK dan beberapa lembaga negara
lainnya. Eksistensi Komnas HAM hanya diatur dalam UU tentang HAM, oleh karena
itu ada benarnya pendapat Prof.Jimly Asshiddiqie yang dalam bukunya tentang menuju Ketata Negara
Indonesia menyatakan bahwa Komnas HAM adalah salah satu dari beberapa lembaga
negara yang bersifat complementary organ/supelementary organ dalam arti ini,
maka boleh dikatakan bahwa Komnas HAM adalah lembaga yang bersifat non permanent (pen). Jika kita bandingkan dengan lembaga Negara
konstitusional lainnya seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial yang
mana keberadaa ke dua lembaga tersbut diperkuat
didalam aturan konsititusi Negara yakni Undang- Undang Dasar Negara. Berkaca pada kondisi hukum tersebut maka Komnas HAM dalam struktur ketata negara
adalah lembaga negara yang bukan bersifat konstitusional organ karena
keberadaan Komnas HAM tidak diatur secara khusus dalam UU DASAR negara RI, karena
kewajiban Asasi ada pada setiap penyelenggara negara termasuk setiap warga
negara.
Perbedaan tugas dan
Fungsi Komnas HAM dengan Fungsi Yankomnas yang dimiliki oleh Ditjend HAM
Kemenkum HAM
Kewenangan khusus dan berbeda
dengan Yankomas, yang dimiliki oleh Komnas HAM sebagaimana diatur dalam UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah mengenai adanya fungsi Pemantauan,
Penyelidikan dan Mediasi itulah dua fungsi yang dimiliki oleh Komnas HAM yang
berbeda dengan fungsi lembaga lain yang kebetulan mempunyai Tupoksi yang hampir
sama dengan Komnas HAM, yakni fungsi penanganan pengaduan masyarakat yang ada
di Ditjend HAM Kemenkum HAM yakni YANKOMNAS (Pelayanan Komunikasi Masyarakat)
walau pada hakikatnya fungsi semacam Yankomnas di Ditjen HAM juga dilaksanakan
oleh Komnas HAM yang saat ini dilaksanakan oleh Unit Layanana Pengaduan Komanas
HAM perbedaannya terletak pada mekanisme penanganan pengaduan masyarakat,
persamaan dua fungsi ini yang perlu digaris bawahi ada pada pengaturan mengenai
kewenangan pelaksanaan fungsi pengaduan
Komnas HAM diatur dalam UU No. 39 Tentang HAM, yakni pada Pasal 90 sampai
dengan Pasal 91 sementara pembentukan fungsi Yankomnas pada Ditjen HAM lebih
diatur dalam peraturan RANHAM walau pada beberapa ketentuan Yankomnas
Kemenkumham juga meletakan dasar hukum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Sementara output dari penanganan
pengaduan pada dua institusi tersebut terdapat kesamaan yakni rekomendasi,
karena pada praktiknya Yankomnas dan Komnas HAM dalam penanganan pengaduan
masyarakat sama-sama mengeluarkan rekomendasi, namun secara khusus dalam
Yankomnas dikenal dengan istilah anjuran. Rekomendasi yang dikelurkan Komnas
HAM atas pelanggaran HAM yang diadukan oleh masyarakat bersifat tidak mengikat
terhadap pihak yang direkomendasikan, maksud tidak mengikat disini adalah tidak
ada kekuatan hukum yang memaksa terhadap pihak yang direkomendasikan untuk
melaksanakan rekomendasi tersebut yang bersifat eksekutorial sebagaimana
putusan hukum di Pengadilan. Pemikiran inilah yang bisa menjadi dasar bahwa
fungsi dan kewenangang Komnas HAM tidak sekuat fungsi dan kewenangan yang
dimiliki KPK, Mahkamh Konsitusi dan Pengadilan-Pengadilan pemutus perkara,
sekali lagi bahwa kewenangan Komnas HAM hanya sebatas rekomendasi untuk
kasus-kasus pelanggaran HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Kewenangan Komnas HAM
dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Lagi-lagi, kewenangang Komnas HAM di dalam UU tentang
pengadilan HAM juga terbatas hanya sampai pada tahap penyelidikan sebagaimana
diatur pada pasal 18 UU No. 26 Tahun 2000 tentang HAM. Dalam UU tentang
Pengadilan HAM kewenangan penyidikan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang
berat menjadi tanggung jawab Kejaksaan Agung, termasuk penyidikan atas kasus-kasus pelanggaran HAM
yang berat masa lalu, seperti kasus Trisakti, kasus Semanggi I dan Semangi II
dalam beberap case study kasus-kasus tersbut sampai saat ini belum bisa
diselesaikan melalui mekanisme proses pemeriksaan di Pengadilan Karena
Pengadilan HAM Adhoc nya belum bisa dibentuk karena proses penyidikannya pun
belum pernah dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Maka itulah fenomena yang terjadi
karena fungsi proses penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang
berat meliputi dua lembaga negara yang berwenang atau diberikan kewenangan, hal
ini berbeda dengan fungsi penegakan hukum
tindak pidana korupsi yang dimiliki KPK, KPK dalam upaya penegakan hukum
mempunyai 4 fungsi sekaligus yakni penyelidikan, penyidikan, penututan dan
penjatuhan hukuman (legal remedy)