Selasa, 08 Agustus 2017

Komnas HAM dan Wacana Pembubarannya





Opini dari beberapa lapisan masyarakat yang menginginkan agar Komnas HAM dibubarkan, akhir-akhir ini cukup kuat hembusannya. Hal ini cukup beralasan, pada saat masyarakat  dihadapkan pada  fenomena mengenai tidak adanya penyelesaian terhadap berbagai persoalan HAM yang mereka (masyarakat) adukan, belum lagi kasus –kasus pelanggaran HAM yang berat yang sampai saat ini belum ada penyelesaian secara tuntas, terurama dari aspek penegakan hukumnya. Sebelum mengkaji lebih dalam apa yang sebenarnya menajadi persoalan inti dari masalah – masalah tersebut ada baiknya kita melihat eksistensi Komnas HAM dari aspek eksistensi yuridis Komnas HAM dalam Struktur Ketata Negaraan kita (Indonesia).

Komnas HAM bukan Lembaga Negara konstitusional

Komnas HAM adalah Institusi Mandiri yang kedudukannya setingkat dengan Lembaga Negara Lainnya. Didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No 50 Tahun 1993,  sementara keberadaan Komnas HAM sendiri dalam UU diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM tepatnya pada pasal 1 angka 7, selanjutnya mengenai tugas, kewenangan dan struktur organisasi Komnas HAM  diatur pada Pasal 75 sampai Pasal 103 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Jadi sampai saat ini Komnas HAM sendiri belum memiliki UU sendiri atau UU tentang Komnas HAM sebagaiman yang dimiliki Ombudsman, KPK dan beberapa lembaga negara lainnya. Eksistensi Komnas HAM hanya diatur dalam UU tentang HAM, oleh karena itu ada benarnya pendapat Prof.Jimly Asshiddiqie yang dalam bukunya tentang menuju Ketata Negara Indonesia menyatakan bahwa Komnas HAM adalah salah satu dari beberapa lembaga negara yang bersifat complementary organ/supelementary organ dalam arti ini, maka boleh dikatakan bahwa Komnas HAM adalah lembaga yang bersifat non permanent (pen).  Jika kita bandingkan dengan lembaga Negara konstitusional lainnya seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial yang mana keberadaa ke dua lembaga tersbut diperkuat  didalam aturan konsititusi Negara yakni Undang- Undang Dasar Negara.  Berkaca pada kondisi hukum tersebut  maka Komnas HAM dalam struktur ketata negara adalah lembaga negara yang bukan bersifat konstitusional organ karena keberadaan Komnas HAM tidak diatur  secara khusus dalam UU DASAR negara RI, karena kewajiban Asasi ada pada setiap penyelenggara negara termasuk setiap warga negara.


Perbedaan tugas dan Fungsi Komnas HAM dengan Fungsi Yankomnas yang dimiliki oleh Ditjend HAM Kemenkum HAM

Kewenangan khusus dan berbeda  dengan Yankomas,  yang dimiliki  oleh Komnas HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah mengenai adanya fungsi Pemantauan, Penyelidikan dan Mediasi itulah dua fungsi yang dimiliki oleh Komnas HAM yang berbeda dengan fungsi lembaga lain yang kebetulan mempunyai Tupoksi yang hampir sama dengan Komnas HAM, yakni fungsi penanganan pengaduan masyarakat yang ada di Ditjend HAM Kemenkum HAM yakni YANKOMNAS (Pelayanan Komunikasi Masyarakat) walau pada hakikatnya fungsi semacam Yankomnas di Ditjen HAM juga dilaksanakan oleh Komnas HAM yang saat ini dilaksanakan oleh Unit Layanana Pengaduan Komanas HAM perbedaannya terletak pada mekanisme penanganan pengaduan masyarakat, persamaan dua fungsi ini yang perlu digaris bawahi ada pada pengaturan mengenai kewenangan  pelaksanaan fungsi pengaduan Komnas HAM diatur dalam UU No. 39 Tentang HAM, yakni pada Pasal 90 sampai dengan Pasal 91 sementara pembentukan fungsi Yankomnas pada Ditjen HAM lebih diatur dalam peraturan RANHAM walau pada beberapa ketentuan Yankomnas Kemenkumham juga meletakan dasar hukum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Sementara output dari penanganan pengaduan pada dua institusi tersebut terdapat kesamaan yakni rekomendasi, karena pada praktiknya Yankomnas dan Komnas HAM dalam penanganan pengaduan masyarakat sama-sama mengeluarkan rekomendasi, namun secara khusus dalam Yankomnas dikenal dengan istilah anjuran. Rekomendasi yang dikelurkan Komnas HAM atas pelanggaran HAM yang diadukan oleh masyarakat bersifat tidak mengikat terhadap pihak yang direkomendasikan, maksud tidak mengikat disini adalah tidak ada kekuatan hukum yang memaksa terhadap pihak yang direkomendasikan untuk melaksanakan rekomendasi tersebut yang bersifat eksekutorial sebagaimana putusan hukum di Pengadilan. Pemikiran inilah yang bisa menjadi dasar bahwa fungsi dan kewenangang Komnas HAM tidak sekuat fungsi dan kewenangan yang dimiliki KPK, Mahkamh Konsitusi dan Pengadilan-Pengadilan pemutus perkara, sekali lagi bahwa kewenangan Komnas HAM hanya sebatas rekomendasi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Kewenangan Komnas HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

Lagi-lagi, kewenangang Komnas HAM di dalam UU tentang pengadilan HAM juga terbatas hanya sampai pada tahap penyelidikan sebagaimana diatur pada pasal 18 UU No. 26 Tahun 2000 tentang HAM. Dalam UU tentang Pengadilan HAM kewenangan penyidikan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat menjadi tanggung jawab Kejaksaan Agung, termasuk  penyidikan atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat masa lalu, seperti kasus Trisakti, kasus Semanggi I dan Semangi II dalam beberap case study kasus-kasus tersbut sampai saat ini belum bisa diselesaikan melalui mekanisme proses pemeriksaan di Pengadilan Karena Pengadilan HAM Adhoc nya belum bisa dibentuk karena proses penyidikannya pun belum pernah dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Maka itulah fenomena yang terjadi karena fungsi proses penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat meliputi dua lembaga negara yang berwenang atau diberikan kewenangan, hal ini  berbeda dengan fungsi penegakan hukum tindak pidana korupsi yang dimiliki KPK, KPK dalam upaya penegakan hukum mempunyai 4 fungsi sekaligus yakni penyelidikan, penyidikan, penututan dan penjatuhan hukuman (legal remedy)